Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

DEMI WAKTU, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali yang beriman dan beramal shaleh...

Sekilas tentang APBN RI (tugas kuliah pendanaan pembangunan)

Written By arumanis group on Kamis, 27 Oktober 2011 | 01.48


  1. Pendahuluan
Sesuai UUD 45, APBN harus diwujudkan dala bentuk Undang-undang, dalam hal ini Presiden berkewajiban menyusun dan mengajukan Rancangan APBN kepada DPR. RAPBN memuat asumsi umum yang mendasari penyusunan APBN, perkiraan penerimaan, pengeluaran, transfer, defisit/surplus, pembiayaan defisit dan kebijakan pemerintah. APBN sebagai suatu entitas yang mengemban amanat rakyat. Pemerintah dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus memiliki rencana yang matang. Rencana tersebut akan dipakai sebagai pedoman dalam setiap pelaksanaan tugas negara termasuk pula dalam hal pengurusan keuangan. Setiap tahun pemerintah menghimpun dan membelanjakan dana triliunan rupiah melalui APBN. Penyusunan APBN merupakan rangkaian aktifitas yang melibatkan banyak pihak termasuk departemen , lembaga dan DPR, peran DPR dalam hal ini sebagai otoritas yang mengawasi arus keluar dana APBN

APBN mencakup seluruh penerimaan dan pengeluaran yang ditampung dalam satu rekening yang disebut rekening Bendaharawan Umum Negara (BUN) di bank sentral (Bank Indonesia). Pada dasarnya semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah harus dimasukkan dalam rekening tersebut.
Sesuai dengan peraturan pemerintah perundangan yang terkait dengan pengelolaan APBN, semua penerimaan dan pengeluaran harus tercakup dalam APBN. Dengan kata lain pada saat pertanggungjawaban APBN, semua realisasi penerimaan dan pengeluaran dalam rekening harus dikonsolidasikan ke dalam rekening BUN. Semua penerimaan dan pengeluaran yang telah dimasukkan dalam rekening BUN adalah merupakan penerimaan dan pengeluaran "on budget"

Selama tahun anggaran 1969/70 sampai dengan 1999/2000 APBN menggunakan format T-account. Format ini dirasakan masih mempunyai kelemahan antara lain tidak memberikan informasi yang jelas mengenai pengendalian defisit dan kurang transparan sehingga perlu disempurnakan Mulai TA 2000 format APBN diubah menjadi I-account, disesuaikan dengan Government Finance Statistics (GFS). Tujuan perubahan format dari T-account ke I-account adalah :

  1. Untuk meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN
  2. Untuk mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian dalam pelaksanaan dan pengelolaan APBN
  3. Untuk mempermudah analisis komparasi (perbandingan) dengan budget negara lain
  4. Untuk mempermudah perhitungan dana perimbangan yang lebih transparan yang didistribusikan oleh pemeritah pusat ke pemerintah daerah mengikuti pelaksanaan UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah
Berikut akan lebih dijelaskan lebih detail dengan format APBN.

  1. T-Account
Dalam T-account, sisi penerimaan dan sisi pengeluaran dipisahkan di kolom yang berbeda. T-account mengikuti anggaran yang berimbang dan dinamis. Dalam versi T-account, format seimbang dan dinamis diadopsi. Seimbang berarti sisi penerimaan dan pengeluaran mempunyai nilai jumlah yang sama. Jika jumlah pengeluaran lebih besar daripada jumlah penerimaan, kemudian kekurangannya ditutupi dari pembiayaan yang berasal dari sumber-sumber dalam atau luar negeri.

Pengeluaran APBN diperinci dalam pemerintah pusat dan pemerintah daerah

  • Versi T-account tidak menunjukan dengan jelas komposisi anggaran yang dikelola pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini merupakan akibat dari sistem anggaran yang terpusat
  • Pada format T-account, pinjaman luar negeri dianggap sebagai penerimaan pembangunan dan pembayaran cicilan utang luar negeri dianggap sebagai pengeluaran rutin
  1. I-Account
Pengeluaran APBN diperinci dalam pemerintah pusat dan pemerintah daerah

  • versi I-account dengan jelas menunjukan komposisi jumlah anggaran yang dikelola oleh pemerintah daerah
  • I-account, pinjaman luar negeri dan pembayaran cicilannya dikelompokan sebagai pembiayaan anggaran
Dengan format baru ini pinjaman luar negeri diperlakukan sebagai utang, sehingga jumlahnya harus sekecil mungkin karena pembayaran kembali bunga dan cicilan pinjaman luar negeri akan memberatkan APBN di masa yang akan datang.

Format I-Account adalah sebagai berikut;

A. Pendapatan dan Hibah

    I. Penerimaan Dalam Negeri

    1. Penerimaan Pajak

    2. Penerimaan Bukan Pajak

    II. Hibah

B. Belanja Negara

    I. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat

    1. Pengeluaran Rutin

    2. Pengeluaran Pembangunan

    II. Dana Perimbangan

    III. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang

C. Keseimbangan Primer

D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B)

E. Pembiayaan

    I. Dalam Negeri

    II. Luar Negeri

  1. Penjelasan Format APBN
    1. Penerimaan
      Penerimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber yang meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), cukai dan Pajak lainnya yang merupakan sumber utama penerimaan APBN. Selanjutnya Penerimaan Non Pajak, diantaranya penerimaan dari sumber daya alam, laba BUMN.
    2. Pengeluaran
      Secara umum, pengeluaran yang dilakukan pada suatu tahun anggaran harus ditutup dengan penerimaan pada tahun anggaran yang sama. Berbeda dengan anggaran penerimaan negara yang diperlakukan sebagai target penerimaan pemerintah dan diharapkan dapat dilampauinya, anggaran pengeluaran merupakan batas pengeluaran yang tidak boleh dilampaui. Secara Umum, proses terjadinya pengeluaran melalui 4 tahap, yaitu:
        1. Kewenangan Anggaran
        2. Pelimpahan Kewenangan Anggaran
        3. Kewajiban
        4. Realisasi Pengeluaran (outlays)
    1. Dana Perimbangan
      Dana Perimbangan adalah transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka program desentralisasi. Terdapat 3 jenis transfer, yaitu dana bagi hasil penerimaan, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
    2. Dana Otonomi Khusus
      Dana Otonomi Khusus diberikan kepada daerah yang memiliki karakteristik khusus yang membedakan dengan daerah lain, contohnya propinsi Papua mendapat dana alokasi yang lebih besar untuk mengatasi masalah yang kompleks di wilayahnya. Tujuan alokasi tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan mengurangi ketertinggalan dari propinsi lainnya.
    3. Defisit dan Surplus
      Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit, sebaliknya jika penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus.
    4. Keseimbangan
      Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu : keseimbangan primer, dan keseimbangan umum. Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga, sedangkan Kesembangan Umum
      adalah total penerimaan dikurangi total pengeluaran termasuk pembayaran bunga
    5. H.Pembiayaan
      Pembiayaan diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber pembiayaan yang penting saat ini adalah pembiayaan dalam negeri meliputi penerbitan obligasi, penjualan aset dan privatisasi, dan pembiayaan luar negeri meliputi pinjaman proyek, pembayaran kembali utang, pinjaman program dan penjadwalan kembali utang.
  2. Proses Penyusunan APBN
Menteri Keuangan dan Badan Perencanaan Nasional atas nama Presiden mempunyai tanggungjawab dalam mengkoordinasikan penyusunan APBN. Menteri Keuangan bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan penyusunan konsep anggaran belanja rutin. Sementara itu Bappenas dan Menteri Keuangan bertanggungjawab dalam mengkoordinasikan penyusunan anggaran belanja pembangunan. Proses penyusunan APBN dapat dikelompokkan dalam dua tahap, yaitu:

  1. Pembicaraan pendahuluan antara pemerintah dan DPR
Tahap ini diawali dengan beberapa kali pembahasan antara pemerintah dan DPR untuk menentukan mekanisme dan jadwal pembahasan APBN. Kegiatan dilanjutkan dengan persiapan rancangan APBN oleh pemerintah, antara lain meliputi penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan pengeluaran. Tahapan ini diakhiri dengan finalisasi penyusunan RAPBN oleh pemerintah

  1. Pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN
Hal ini dilakukan oleh Menteri Keuangan dengan Panitia anggaran, maupun antara komisi dengan departemen. Hasil pembahasan ini adalah UU APBN yang memuat alokasi dana per departemen/lembaga, sektor, sub sektor, program dan kegiatan yang disebut satuan 3.

Berdasarkan satuan 3 (alokasi dana per departemen/lembaga, sektor, sub sektor, program dan kegiatan), Dirjen Anggaran dan Menteri Membahas detail pengeluaran rutin berdasarkan pedoman penyusunan DIK dan indeks satuan biaya yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. Untuk pengeluaran pembangunan, Dirjen Anggaran, Bappenas, dan Menteri teknis membahas detail pengeluaran untuk tiap-tiap kegiatan.

Apabila DPR menolak RAPBN yang diajukan pemerintah tersebut , maka pemerintah menggunakan APBN tahun sebelumnya. Hal ini berarti maksimum yang dapat dilakukan pemerintah harus sama dengan pengeluaran tahun lalu.

Hasil pembahasan diatas didokumentasikan kedalam dokumen-dokumen berikut:

  • Daftar Isian Kegiatan, dokumen yang berlaku sebagai otorisasi untuk pengeluaran rutin pada masing-masing unit organisasi.
  • Daftar Isian Proyek, dokumen anggaran berlaku sebagai otorisasi untuk pengeluaran pembangunan untuk masing-masing proyek pada unit organisasi.
  • Surat Pengesahan Alokasi Anggaran Rutin (SPAAR), dokumen yang menetapkan besaran alokasi anggaran rutin untuk setiap kantor/satuan kerja di daerah yang selanjutnya akan dibahas anatara Kantor Wilayah DJA dan Instansi Vertikal Departemen/ Lembaga untuk kemudian dituangkan dalam DIK.
  • Surat Pengesahan Alokasi Anggaran Pembangunan (SPAAP), dokumen yang menetapkan besaran alokasi anggaran pembangunan untuk setiap proyek/bagian proyek yang selanjutnya akan dibahas antara Kantor wilayah DJA dengan instansi vertikal/dinas untuk kemudian dituangkan dalam DIP.
  • Surat Keputusan Otorisasi (SKO), dokumen otorisasi untuk penyediaan dana kepada departemen/lembaga/pemerintah daerah dan pihak lain yang berhak baik untuk rutin maupun pembangunan.
Dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ada beberapa peraturan yang terkait. Peraturan-peraturan itu antara lain.

  • PP No. 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
  • PP No. 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) Tahun 2005
  • PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
  • PMK Nomor 571/PMK.06/2004 tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
  • PMK Nomor 606/PMK.06/2004 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2005
  • PMK Nomor 54/PMK. 02/2005 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL
  1. Perubahan Format Anggaran Pemerintah Pusat
Penerapan sistem penganggaran terpadu (unified budged), melalui penyatuan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang sebelumnya dipisahkan; dan Reklasifikasi rincian belanja negara menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja, yang sebelumnya dirinci menurut sektor dan jenis belanja. Perubahan format anggaran berfungsi sebagai;

  1. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan belanja negara, melalui:
  • Minimalisasi duplikasi rencana kerja dan penganggaran dalam belanja negara
  • Meningkatkan keterkaitan antara keluaran (output) dan hasil (outcomes) yang dicapai dengan penganggaran organisasi
  1. Penyesuaian dengan klasifikasi internasional

 

  1. APBN tahun 2011
Dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dibagi atas pendapatan dan pengeluaran. Untuk lebih rincinya akan disajikan pada table dibawah ini.

Tabel: 1
Realisasi Penerimaan Negara (milyar rupiah), 2007-2011
Sumber Penerimaan 
2007 1)
2008 1)
2009 1)
2010 2)
2011 3)
  
Penerimaan Perpajakan 
490,988 
658,701 
619,922 
743,326 
839,540 
      
Pajak Dalam Negeri
470,052 
622,359 
601,252 
720,765 
816,422 
  Pajak Penghasilan 
238,431 
327,498 
317,615 
362,219 
414,498 
  Pajak Pertambahan Nilai 
154,527 
209,647 
193,067 
262,963 
309,335 
  Pajak Bumi dan Bangunan 
23,724 
25,354 
24,270 
25,319 
27,676 
  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
5,953 
5,573 
6,465 
7,156 
- 
  Cukai 
44,679 
51,252 
56,719 
59,266 
60,712 
  Pajak Lainnya 
2,738 
3,035 
3,116 
3,842 
4,201 
Pajak Perdagangan Internasional 
20,936 
36,342 
18,670 
22,561 
23,118 
  Bea Masuk 
16,699 
22,764 
18,105 
17,107 
17,988
  Pajak Ekspor 
4,237 
13,578 
565 
5,454 
5,130 
  
Penerimaan Bukan Pajak 
215,120 
320,604 
227,174 
247,176 
243,090 
Penerimaan Sumber Daya Alam 
132,893 
224,463 
138,959 
164,726 
158,174 
Bagian laba BUMN 
23,223 
29,088 
26,050 
29,500 
26,590 
Penerimaan Bukan Pajak Lainnya
56,873 
63,319 
53,796 
43,463 
43,430 
Pendapatan Badan Layanan Umum 
2,131 
3,734 
8,369 
9,487 
14,896 
    
Jumlah 
706,108 
979,305 
847,096 
990,502 
1,082,630 
Keterangan: 
1) Realisasi Januari - Desember 
2) Realisasi (Angka Sementara) 
3) APBN
Dari table 1 diketahui jika 78% penerimaan negara berasal dari pajak sedangkan sisanya 22% berasal dari penerimaan bukan pajak. Negara Indonesia kaya akan sumber daya alam ternyata baru bisa menyumbang 15 persen dalam penerimaan APBN. Hal serupa dialami oleh BUMN yang hanya menyumbang 2 persen untuk APBN. Pemerintah harus kreatif dalam membuka ruang penerimaan APBN dari sector non pajak seperti dari pengelolaan sumber daya alam, usaha yang dilakukan BUMN dan BLU seperti yang sudah dijalankan di Jakarta yaitu tranjakarta.

Tabel: 2
Realisasi Pengeluaran Negara (milyar rupiah), 2007-2011
Pengeluaran 
2007 1)
2008 1)
2009 1)
2010 2)
2011 3)
      
Belanja Pegawai 
90,425 
112,830 
127,670 
162,659 
180,624 
      
  Gaji dan Tunjangan 
50,343 
67,761 
70,654
81,065 
91,171 
  Honorarium dan Vakasi 
11,532 
7,766 
8,496 
27,268 
28,146 
  Kontribusi Sosial 
28,550 
37,303 
48,520 
54,326 
61,307 
  
Belanja Barang 
54,511 
55,963 
80,668 
112,594 
131,533 
      
  Belanja Barang 
29,865 
28,353 
43,026 
62,236 
58,175
  Belanja Jasa 
9,020 
9,041 
10,389 
14,307 
18,807 
  Belanja Pemeliharaan 
4,788 
4,907 
6,910 
8,797 
10,184 
  Belanja Perjalanan 
9,007 
11,128 
15,159 
19,590 
20,912 
  Badan Layanan Umum 
1,831 
2,534 
5,184 
7,664 
13,096 
  PNBP   
10,359 
      
Belanja Modal
64,289 
72,773 
75,871 
95,025 
121,659 
      
Pembayaran Bunga Utang 
79,806 
88,430 
93,782 
105,650 
116,403 
      
  Utang Dalam Negeri 
54,079 
59,887 
63,756 
71,858 
80,396 
  Utang Luar Negeri 
25,727 
28,543 
30,026 
33,792 
36,007 
      
Subsidi
150,215 
275,291 
138,082 
201,263 
184,817 
      
  Energi 
116,866 
223,013 
94,586 
143,997 
133,807 
  Non Energi 
33,349 
52,278 
43,496 
57,266 
51,010 
  
Belanja Hibah 
-  
-  
-  
243 
771 
  
Bantuan Sosial 
49,756 
57,741 
73,813 
71,173 
61,526 
      
Belanja Lain-lain 
15,621 
30,328 
38,926 
32,927 
26,294 
      
Jumlah 
504,623 
693,356 
628,812 
781,534 
823,627 
Keterangan: 
1) LKPP 
2) APBN-P 
3) RAPBN 

 

Dari table 2 diketahui pengeluaran terbesar pemerintah digunakan untuk subsidi yaitu 23 persen diikuti belanja pegawai sebesar 22 persen. Untuk pengeluaran seperti belanja barang dan modal masih kecil. Kebutuhan pemerintah seharusnya mengeluarkan biaya berbasis nilai tambah. Pengeluaran pemerintah harus bisa menciptakan sumber sumber yang produktif misalnya menambah lapangan pekerjaan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Selama ini pengeluaran terbesar ada pada subsidi dan belanja pegawai dan keduanya masih belum bisa produktif dimana terjadi kebocoran dan jarang sekali yang tepat sasaran.

  1. Kesimpulan
APBN selama ini masih mengandalkan dari sector pajak dimana sector pajak akan selalu memberikan dampak kenaikan harga dan berkurangnya kesejahteraan karena pajak yang dibayarkan perusahaan sejatinya dibebankan kepada pegawai atau konsumen. Pengeluaran APBN belum diprioritaskan untuk sector yang produktif, hal itu tampak dari pengeluaran terbesar yang masih digunakan untuk subsidi dan belanja pegawai.

  1. Rekomendasi
Penerimaan APBN harus diusahakan mencari celah baru dengan mengoptimalkan sumber penerimaan bukan pajak. Penerimaan bisa ditingkatkan dengan pengolahan sumber daya alam yang efisien dan mempunyai nilai tambah yang tinggi sebelum di ekspor. Selain itu BUMN juga harus memberikan pemasukan yang lebih kepada negara.

Pengeluaran ditujukan untuk program yang sifatnya produktif seperti menciptakan lapangan kerja, memajukan pendidikan dan meningkatkan kesehatan guna mensejahterakan rakyat. Pengeluaran APBN juga diperlukan pengawasan agar tidak terjadi kebocoran dan tepat sasaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar